← Back to portfolio

Wedang Empon-Empon: Faktor Ekonomi dalam Biodiversitas

Published on

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dengan kekayaan alam yang berlimpah. Salah satu buktinya hadir dalam wujud rempah-rempah, yaitu bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu, penguat cita rasa, pengharum, dan pengawet makanan yang digunakan terbatas (FAO via Hakim, 2015:1). Rempah-rempah ini kemudian digunakan dalam berbagai olahan, seperti minuman, batik, bumbu dapur, aromaterapi, dan lain sebagainya. Salah satu hasil olahan minuman rempah ini adalah wedang empon-empon.

Pengertian Wedang Empon-Empon

Secara etimologi, wedang empon-empon berasal dari bahasa Jawa /wedang/ yang berarti 'minuman' atau 'air panas mendidih untuk sajian' dan /empu/ + /-an/ yang berarti 'akar-akaran kunyit, kunir, dan lain-lain yang berukuran besar' atau 'orang yang ahli atau unggul' (Poerwadarminta, 1939:121-658). Jadi, wedang empon-empon adalah minuman tradisional Jawa yang berasal dari olahan rempah akar-akaran. Minuman ini juga dipercaya dapat berfungsi sebagai minuman obat bagi kesehatan.

Sejarah Empon dan Tradisi Njamu

Berdasarkan data sejarah, wedang empon-empon dan tradisi njamu telah hadir dalam kehidupan masyarakat Jawa sejak lama dan telah diwariskan antar generasi. Hakim dalam bukunya Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat (2015:6-8) mencatat bahwa sejak abad ke-4 M telah ada catatan sejarah tentang penggunaan lada. Salah satu relief candi Borobudur yang dibuat sekitar tahun 772 M menggambarkan kebiasaan meracik dan meminum jamu, serta temuan prasasti Madhawapuradari di Candi Perot peninggalan Majapahit yang menyebutkan tentang profesi peracik jamu yang disebut acaraki. Obat dan pengobatan tradisional juga banyak disebutkan dalam beberapa naskah kuno Jawa, seperti Serat Centhini, Kawruh Jampi Jawi, Racikan Boreh Saha Parem, dan sebagainya. Masifnya penggunaan empon-empon dan jamu lainnya bagi masyarakat Indonesia ini menunjukkan bahwa jamu kini telah menjadi ensiklopedi ekologis, pengetahuan teknologi kesehatan, dan penanda peradaban masyarakat.

Corona vs Wedang Empon-Empon

Pandemi COVID-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Tiongkok pada bulan Desember 2019 dan mulai melanda Indonesia sejak bulan Maret 2020. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru atau novel coronavirus (nCoV) ini memiliki kemiripan dengan virus yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dengan gejala yang mirip dengan influenza biasa.

Semakin meluasnya area pandemi yang diiringi dengan terus bertambahnya jumlah korban, baik yang tanpa gejala, bergejala ringan hingga berat, atau bahkan meninggal menyebabkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap jamu dan kuliner tradisional Nusantara, salah satunya wedang empon-empon.

Faktor Ekonomi dalam Sajian Wedang Empon-Empon

Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan empon-empon dan rempah lainnya sempat mengalami pasang-surut. Perdagangan rempah antar benua pertama tercatat sudah terjadi sejak tahun 2600-2100 SM dengan India sebagai sumber utama importir rempah.

Sejak kedatangan bangsa Eropa pada abad ke-15, secara perlahan dan bertahap perdagangan rempah di Indonesia mulai dimonopoli dan dikendalikan terutama selama masa pemerintahan VOC salah satunya melalui perluasan sistem tanam paksa (cultuur stelsel).

Jamu mulai diproduksi secara masif sejak tahun 1918 oleh keluarga Tjoeng Kwaw Suprana di Wonogiri dengan merk dagang Djamu Djago yang disajikan dalam bentuk bubuk dan dikemas kecil-kecil. Pada tahun 1937 Karaton Surakarta Hadiningrat menetapkan Djamu Djago sebagai jamu resmi istana. Sejak itu, perkembangan produsen jamu semakin besar dan terus menyebar ke berbagai wilayah yang juga didukung oleh banyaknya iklan tentang jamu di berbagai koran, radio, dan majalah di Indonesia.

Contoh Olahan Wedang Empon-Empon
Contoh Olahan Wedang Empon-Empon (Foto: dokumentasi Dessy)

Kini, kepopuleran wedang empon-empon sebagai jamu tradisional kembali berkembang sejak merebaknya pandemi virus COVID-19 di Indonesia. Masyarakat terus berusaha mencari cara untuk dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun, salah satunya dengan mengonsumsi wedang empon-empon.

Dilansir dari TaniHub via Tirto, sebagai salah satu e-commerce yang menjual hasil pertanian secara daring, semenjak pandemi COVID-19 melanda Indonesia TaniHub mengalami peningkatan penjualan tanaman herbal khususnya empon-empon sebesar 20% dan penambahan pengguna sebanyak 52.000 user sejak 1 Maret 2020. Suwe Ora Jamu sebagai salah satu supplier minuman jamu yang ada di Jakarta juga turut mengalami peningkatan penjualan hingga 50% sejak awal pandemi. Kompas.com bahkan melansir adanya peningkatan penjualan empon-empon hingga 200% dalam 2 hari.

Semakin maraknya konsumsi minuman herbal di masa pandemi ini juga mengakibatkan naiknya harga bahan baku jamu hingga 2-3 kali lipat dari harga normal. Menurut salah satu pedagang rempah, untuk harga temulawak dan kunir naik menjadi Rp 7.000 dari sebelumnya Rp 5.000, jahe merah naik menjadi Rp 50.000 dari Rp 35.000, kayu manis Rp 60.000, dan serai Rp 5.000.

Peningkatan konsumsi minuman herbal tradisional ini secara tidak langsung turut meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu, masyarakat dihimbau agar mampu mengatur asupan konsumsi dengan bijak yang diiringi dengan olahraga rutin dan terus menerapkan protokol kesehatan dengan baik. (DKJ)

Sumber:

Dessy Kurniati Jayanti-Wedang Empon-Empon

COVID-19 WHO

Kawal COVID Indo

Sejarah Jamu

Apa Itu Empon-Empon

Peningkatan Penjualan 200x

Manfaat Empon-Empon

Empon vs Corona

Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters' Uitgevers-Maatschappij N.V Groningen.

Hakim, Luchman. 2015. Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat: Keragaman, Sumber Fitofarmaka, dan Wisata Kesehatan-Kebugaran. Yogyakarta: Diandra Creative.

0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Dessy Kurniati Jayanti

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.