← Back to portfolio

Wayang: Keanekaragaman Hayati dalam Seni

Published on

Seni adalah salah satu bagian dari hasil budaya yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Seni dapat berbentuk apa saja, tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, suku, agama, dan yang lainnya. Seni lahir, tumbuh, dan berkembang seiring dengan kemampuan imajinasi seseorang. Selama orang tersebut masih mampu berimajinasi, seni akan muncul dalam sendirinya, baik itu seni yang berbentuk alunan musik, gerakan tubuh atau tari-tarian, tulisan tangan, seni lukis atau gambar, foto, seni pahat, dan lain sebagainya. 

Alam dan kondisi lingkungan di sekitar manusia sedikit banyak turut andil dalam kehadiran seni itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya karya-karya seni yang memiliki bentuk atau gambaran berupa bentang alam, manusia, tumbuhan, hewan, hingga sebagian makhluk imajiner hasil kreasi sang pencipta, seperti peri, ogre, kurcaci, kuda pegasus, dan sebagainya.

Sekilas Tentang Wayang

Dalam budaya tradisional Indonesia, keanekaragaman hayati memiliki pengaruh yang besar dalam hasil-hasil keseniannya, karena kesenian adalah bagian dari kebudayaan yang selalu memiliki peranan tertentu dalam masyarakat yang terlibat di dalamnya. Salah satunya bentuk kesenian itu seperti yang terwujud dalam bidang pewayangan, yaitu wayang kulit. 

Wayang merupakan hasil warisan kebudayaan leluhur bangsa Indonesia yang hingga kini telah terbukti mampu bertahan selama berabad-abad lamanya, walaupun dalam perjalanan dan perkembangannya telah mengalami banyak perubahan hingga muncul beberapa variasi jenis wayang lainnya, baik dari segi pahatan (tatahan), hiasan dan pewarnaan (sunggingan), hingga jalan cerita dan penambahan atau pengurangan tokohnya. Wayang yang muncul, baik sebagai alat permainan ataupun sebagai bagian dari seni pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang, memiliki fungsi dan peranannya sendiri dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Keberadaan dan kekuatan wayang ini didukung dengan adanya sifat-sifat dan corak-corak tertentu yang khas dengan mutu yang tinggi, sehingga tidaklah mengherankan jika wayang disebut sebagai salah satu karya seni adiluhung yang dimiliki oleh Indonesia. 

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia melalui Deputi Bidang Seni dan Film menugaskan SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) untuk merangkum hasil riset tentang wayang selama bulan April hingga Agustus 2002 dalam Buku Laporan Ringkas Riset dan Lampiran untuk dikirimkan kepada UNESCO, setelah sebelumnya diseminarkan oleh para pakar dan seniman wayang untuk disetujui dan dipertanggung jawabkan secara akademis, sehingga akhirnya mampu diproklamirkan oleh UNESCO sebagai Karya Agung Budaya Tak Benda Warisan Manusia (Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tanggal 7 November 2003.

Wayang: Wujud Akulturasi Keanekaragaman Hayati dalam Budaya Jawa

Wayang di Indonesia terdiri dari beberapa jenis dan gaya yang berbeda tergantung pada daerah dan budaya asal yang berkembang di tempat kelahiran wayang tersebut salah satunya adalah wayang gaya Yogyakarta atau biasa disebut sebagai wayang gagrak Yogyakarta. Pengaruh keanekaragaman hayati dalam seni pewayangan Jawa ini dapat terlihat salah satunya dari banyaknya tokoh-tokoh wayang dengan bentuk yang terinspirasi dari binatang.

1. Digtya Kalasata - Tokoh dengan Kepala berbentuk Ayam Jago

Digtya Kalasata - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Ayam Jago
Tokoh Digtya Kalasata (Foto: dokumentasi Kraton Jogja)

Digtya Kalasata adalah salah satu tokoh wayang yang memiliki bentuk kepala dan tubuh menyerupai ayam jago. Ayam jago adalah sebutan untuk ayam jantan peliharaan yang paling populer. Ayam yang memiliki nama Latin Gallus gallus domesticus ini adalah keturunan langsung dari salah satu sub-spesies ayam hutan merah (Gallus gallus). Ayam jenis ini ini memiliki rata-rata tinggi kurang dari 70 cm, berat sekitar 2.6 kg, dan ekor yang bisa memanjang lebih dari 30 cm. Ayam pejantan memiliki ciri-ciri: berukuran besar, berjalu panjang, berjengger besar, dan bulu ekor yang panjang menjuntai. Sedangkan untuk betinanya berukuran relatif lebih kecil, berjalu pendek (nyaris tidak terlihat), berjengger kecil, dan berekor pendek.

2. Digtya KunyjaraTokoh Raksasa (Butadengan Kepala Berbentuk Gajah

Digtya Kunyjara - Tokoh Raksasa (Buta) dengan Kepala Berbentuk Gajah
Tokoh Digtya Kunyjara (Foto: dokumentasi Kraton Jogja)

Digtya Kunyjara adalah salah satu tokoh wayang bertubuh raksasa yang memiliki bentuk kepala menyerupai gajah. Gajah (Elephantidae) adalah mamalia darat terbesar yang memiliki ciri belalai panjang, bertaring, kaki besar, kepala besar, telinga lebar dan datar, serta kulit berwarna abu-abu yang keras tapi sensitif. Belalai yang memiliki berat sekitar 130 kg ini tidak hanya berfungsi sebagai "tangan", tapi juga untuk bernafas, minum, makan, alat mandi, alat pertahanan diri, dan komunikasi. Gajah biasa hidup berkelompok di dataran tropis dan sub-tropis Asia dan Afrika, seperti hutan, padang savana, rawa, hingga sebagian wilayah gurun. Gajah Afrika umumnya berukuran 3-4 m dengan berat lebih dari 8-9 ton, sedangkan gajah Asia berukuran 3.5 m dengan berat sekitar 5.5 ton.

3. Yegsraha - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Buaya

Yegsraha - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Buaya
Tokoh Yegsraha (Foto: dokumentasi Kraton Jogja)

Yegsraha adalah salah satu tokoh wayang yang memiliki bentuk kepala menyerupai buaya. Buaya (Crocodylinae) adalah reptil amfibi karnivora berukuran besar yang hidup di sepanjang wilayah dataran rendah tropis Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Buaya memiliki ciri tampilan tubuh menyerupai kadal, bermoncong panjang dengan rahang yang kuat dan barisan gigi taring yang runcing, kaki pendek, cakar kaki berselaput, ekor besar dan panjang, serta kulit bersisik yang tebal dan berlapis. Fitur tubuh ini menjadi bukti hidup bahwa buaya masih memiliki hubungan erat dengan burung dan reptil dinosaurus di masa pra-historis. Kebanyakan buaya adalah hewan nokturnal yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam air dan sesekali berjemur di tepi sungai.

4. Yegsa Miguwa - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Rusa (Menjangan)

Yegsa Miguwa - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Menjangan (Rusa)
Tokoh Yegsa Miguwa (Foto: dokumentasi Kraton Jogja)

Yegsa Miguwa adalah salah satu tokoh wayang yang memiliki bentuk kepala menyerupai rusa atau menjangan. Rusa (famili Cervidae) adalah salah satu hewan mamalia darat memamah biak yang hidup di berbagai jenis bioma, seperti tundra, savana, hingga hutan hujan tropis di hampir seluruh benua kecuali Antartika dan Australia. Rusa memiliki ciri kaki yang kuat dan panjang, ekor kecil, telinga panjang, berbulu merah-coklat-keabuan, serta tanduk yang besar dan bercabang, terutama untuk pejantannya. Sejak zaman pra-sejarah, rusa telah menjadi bagian penting dalam seni, budaya, dan mitologi kuno manusia, seperti Stag of Azbu, film Bambi, hingga coat of arms milik Aland Island dan Raon-aux-Bois, Perancis.

5. Kala Darpa - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Badak

Kala Darpa - Tokoh dengan Kepala Berbentuk Badak
Tokoh Kala Darpa (Foto: dokumentasi Kraton Jogja)

Kala Darpa adalah salah satu tokoh wayang yang memiliki bentuk kepala menyerupai badak. Badak (famili Rhinocerotidae) adalah hewan mamalia herbivora berukuran besar yang keberadaannya kini sangat terancam punah akibat adanya perburuan cula dan tingkat regenerasi yang rendah. Keberadaan badak kini terbatas di wilayah Afrika bagian timur dan selatan serta wilayah tropis dan sub-tropis Asia. Badak memiliki ciri tubuh berukuran besar dengan panjang sekitar 2.5-4 m, tinggi 1.5-2 m, berat sekitar 3-5 ton, terdapat 1-2 cula di bagian atas hidungnya, kaki besar, berkuku lebar, serta kulit coklat-keabuan yang tebal dan berlipat. Mereka biasa hidup secara soliter (kecuali badak putih yang hidup berkelompok hingga 10 ekor).

Banyaknya tokoh-tokoh wayang yang memiliki bentuk dan rupa menyetupai binatang ini menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati dan lingkungan sangatlah berpengaruh dan turut memiliki andil dalam kesenian dan kehidupan manusia. Maka, sudah sewajarnya jika setiap manusia harus memiliki kesadaran dan kontribusi nyata dalam membantu menjaga dan melestarikan keseimbangan ekosistem di muka bumi. Periaku manusia yang baik alan menghasilkan bumi yang baik pula. (DKJ)


Sumber:
Dessy Kurniati Jayanti-Biodiversity dalam Wayang
https://filsafatwayang.filsafa...
https://ich.unesco.org/en/RL/w...
https://indonesia.go.id/ragam/...
https://senawangi.org/unesco/
https://kapustakan.kratonjogja...
https://en.wikipedia.org/wiki/...
https://en.wikipedia.org/wiki/...
https://www.britannica.com/ani...
https://www.britannica.com/ani...
https://www.britannica.com/ani...



0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Dessy Kurniati Jayanti

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.