← Back to portfolio

Tumpeng: Harmoni Biodiversitas dalam Budaya

Published on

Tumpeng adalah salah satu sajian olahan makanan khas Nusantara, khususnya Jawa, yang senantiasa hadir dalam berbagai perayaan acara di masyarakat, seperti pesta kelahiran, acara syukuran, upacara pernikahan, peringatan Maulid Nabi, hingga upacara ritual tradisional penting lainnya yang memiliki tata cara dan kelengkapannya masing-masing, dengan tumpeng sebagai simbol makna yang berkaitan dengan upacara tersebut. 

Pengertian Tumpeng

Menurut Gardjito (2010:8), tumpeng adalah nasi yang dibentuk kerucut dan kebanyakan memiliki ukuran tinggi kerucut yang lebih besar dari ukuran diameter lingkaran dasarnya. Dulu, tumpeng dibuat dengan menggunakan anyaman bambu berbentuk kerucut yang disebut kukusan, ditata di atas wadah tampah yang sudah diberi alas hiasan daun pisang, kemudian di sekelilingnya diberi aneka ragam lauk-pauk dan sayuran sesuai dengan jenis dan tujuan pembuatan tumpeng. Kebanyakan tumpeng dibuat dengan menggunakan nasi putih, nasi gurih atau nasi uduk, serta nasi kuning. Kini pewarnaan tumpeng telah berkembang dengan hadirnya varian warna-warna lain, seperti biru, hijau, merah, oranye, dan sebagainya sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh sang penyelenggara.

Contoh Sajian Tumpeng
Contoh Sajian Tumpeng (foto: dokumentasi Foodspot)

Varian Kelengkapan Tumpeng

Tumpeng biasanya hadir dengan diiringi oleh aneka macam lauk-pauk, sayur-sayuran, hingga cemilan jajan pasar. Penggunaannya pun dapat bervariasi sesuai dengan tujuan, makna, dan sumber daya yang ada di wilayah sekitar. Kelengkapan tumpeng ini biasanya terdiri dari beragam bahan pangan, seperti:

  1. Sayur-sayuran, baik yang segar atau sudah diolah.
  2. Buah-buahan, baik yang masih muda, sudah masak (ranum), atau sudah diolah.
  3. Telur (ayam, itik, burung puyuh, atau bebek).
  4. Daging-dagingan yang sudah diolah menjadi beragam masakan.
  5. Biji-bijian dan umbi-umbian.
  6. Aneka macam olahan beras dan ketan.
  7. Aneka macam cemilan tradisional.

Varian kelengkapan ini tidak hanya terbatas pada penggunaan bahan pangan, tapi juga pada benda-benda khusus lainnya, seperti:

  1. Abon-abon (bumbu-bumbuan)
  2. Kembang setaman
  3. Sirih pinang
  4. Bedak dingin
  5. Batok bulu
  6. Kemenyan
  7. Set alat pancing
  8. Tombak
  9. Pisau
  10. dan lain sebagainya

Makna Tumpeng Bagi Masyarakat Jawa

Tumpeng bagi masyarakat Jawa tidak hanya hadir sebagai bagian dari sajian dalam upacara, tapi juga hadir sebagai simbol penyatuan hidup dan keseimbangan ekosistem alam semesta. Bentuk kerucut dalam tumpeng mengandung harapan kualitas kehidupan yang terus meningkat. Selain itu, bentuk gunungan kerucut juga melambangkan sifat awal dan akhir, hidup dan mati, hubungan manusia dan alam melalui varian lauk-pauknya (bagian dasar kerucut), hingga berakhir pada hubungannya dengan keagungan Tuhan sebagai Sang Pencipta (bagian puncak kerucut).

Selain bentuk, variasi kelengkapan tumpeng yang menyertainya adalah simbol sarana manusia untuk  mengucap syukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan, pengungkapan rasa hormat dan kasih sayang, memohon perlindungan, keselamatan, kesejahteraan, peringatan peristiwa penting, serta penyampaian maksud dan tujuan sang pemangku hajat kepada orang lain dan lingkungan di sekitarnya.

Kata tumpeng yang berasal dari istilah bahasa Jawa tumapaking panguripan, tumindak lempeng, tumuju Pangeran yang dalam bahasa Indonesia berarti 'perjalanan hidup terus berjalan menuju Tuhan'. Hal ini menunjukkan bahwa tumpeng merupakan simbol perjalanan hidup manusia (dari dasar tumpeng) hingga kembali menuju Tuhannya (puncak tumpeng). Masyarakat Jawa percaya bahwa kekuatan gaib di luar diri manusia turut mempengaruhi kehidupan seseorang. Karenanya, mereka merasa perlu untuk terus menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan dengan kekuatan gaib tersebut, salah satunya melalui kehadiran tumpeng dalam upacara slametan.

Variasi Tumpeng

Tumpeng di lingkungan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan sekitarnya dikenal memiliki beragam jenis dengan kandungan makna dan tujuannya masing-masing yang ditentukan oleh cara pembuatan, penggunaan lauk-pauk dan kelengkapan, serta tujuan pembuatannya. Tumpeng-tumpeng ini biasa disajikan dalam berbagai upacara perayaan, seperti kelahiran, khitanan (sunatan), pernikahan, slamatan, hingga maulid. Beberapa contoh variasi tumpeng yang ada antara lain:

1. Tumpeng Adhem-Adheman (Asrep-Asrepan)

Tumpeng Adhem2an
Contoh Tumpeng Adhem-Adheman (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih dengan bagian sisi lerengnya dikalungi sobekan daun pisang. Tumpeng ini hadir sebagai simbol harapan agar seluruh makhluk halus atau roh yang menghuni keraton dan sekitarnya selalu memberikan ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan tidak mengganggu.

2. Tumpeng Alus

Tumpeng Alusan
Contoh Tumpeng Alusan (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih yang bebas diberi kelengkapan sesuai dengan kepentingan sang pemangku hajat dan ketersediaan bahan di sekitarnya. Tumpeng ini hadir sebagai simbol ketulusan hati, kejujuran, rasa hormat dan bentuk permohonan  keselamatan dan kelancaran pekerjaan dari sang pemangku hajat pada alam dan Tuhannya. Tumpeng ini dapat digunakan dalam upacara nyadran (membersihkan makam) yang dilakukan 1x setahun, pelengkap upacara tanduran (menanam padi), upacara pengolahan tanah, upacara labuh/wiwit (panen padi pertama kali), hingga upacara bersih desa dan Rasulan.

3. Tumpeng Duplak

Tumpeng Duplak
Contoh Tumpeng Duplak (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih yang saat dicetak dalam kukusan, bagian puncaknya diletakkan sebutir telur rebus bercangkang sehingga saat tunpeng diletakkan di atas tampah, bagian puncaknya akan berbentuk cekung (legok) sebesar telur ayam. Tumpeng ini hadir sebagai simbol harapan agar seluruh permohonan sang pemangku hajat dapat dikabulkan oleh Tuhan yang disertai dengan beragam lauk-pauk sebagai perlambang aneka keinginan baik sang pemangku hajat.

4. Tumpeng Kapuranto

Tumpeng Kapuranto
Contoh Tumpeng Kapuranto (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi yang diberi pewarna biru blawu dengan iringan lauk sambal goreng daging, urap, bakmi, capcay, telur, semur daging, perkedel, acar, dan kerupuk. Tumpeng ini hadir sebagai simbol permintaan maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan oleh sang pemangku hajat.

5. Tumpeng Kendhit

Tumpeng Kendhit
Contoh Tumpeng Kendhit (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih yang di bagian tengahnya diberi nasi kuning yang berasal dari perasan parutan kunyit. Tumpeng ini hadir sebagai simbol permohonan jalan keluar dari gangguan dan kesulitan hidup, serta keselamatan dari gangguan roh jahat yang disimbolkan dengan nasi berwarna kuning. Tumpeng ini diiringi oleh lauk-pauk sambal goreng daging giling, capcay, acar, semur daging, terik daging, telur ceplok, perkedel, kerupuk udang, dan rempeyek kacang sebagai simbol varisi cara untuk mengatasi kesulitan hidup dan gangguan yang dialami.

6. Tumpeng Panca Warna

Tumpeng Panca Warna
Contoh Tumpeng Panca Warna (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng Panca Warna (Ponco Warno) ini terdiri dari lima macam tumpeng kecil aneka warna, yaitu merah, biru, kuning, hijau, dan putih yang dilengkapi dengan buah-buahan, irisan ubi jalar dan ubi kayu, empon,-empon, serta bunga setaman.

7. Tumpeng Pustaka

Tumpeng Pustaka
Contoh Tumpeng Pustaka (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng Pustaka (Pustoko/Mustaka/Mustoko) dibuat menggunakan nasi putih yang dibentuk 2 gunungan kerucut (1 kerucut utuh, 1 kerucut dibagi 2 secara vertikal). Setengah kerucut ini kemudian diletakkan di sisi samping kanan-kiri kerucut utuh, kemudian diberikan tiga buah tempe bacem dan tiga buah cabai merah.

Tumpeng ini hadir sebagai simbol keyakinan masyarakat dalam mengejar ilmu pengetahuan dan menyerahkan hasil usahanya pada kekuasaan Tuhan. Separuh tumpeng melambangkan kepercayaan pada Tuhan dan penghormatan pada raja sebagai perwakilan Tuhan di bumi. Posisi tumpeng utuh yang diapit oleh separuh tumpeng melambangkan posisi masyarakat yang mendapatkan tuntunan dari Tuhan dan pimpinan dari raja. Warna nasi yang putih melambangkan keberuntungan atas pemanfaatan waktu hidupnya dengan baik. Cabai yang pedas melambangkan kritikan dalam hidup, dengan warna merahnya ibarat warna darah dan sinar matahari sebagai sumber kehidupan. Tempe bacem melambangkan jiwa rendah hati, dengan angka 3 (angka ganjil) melambangkan hal-hal positif dalam ilmu kejawen.

8. Tumpeng Robyong (Urubing Damar)

Tumpeng Robyong
Contoh Tumpeng Robyong (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih dengan bagian puncak yang ditutupi dengan telur dadar atau telur rebus, kemudian dipasangi 5 tangkai lidi sepanjang 20 cm yang ujungnya dibungkus kapas, yaitu 1 di bagian puncak dan 4 di badan tumpeng sebagai penunjuk arah mata angin. Kata robyong berarti penuh dengan hiasan dengan harapan sang pembuat hajat selalu dikelilingi oleh orang-orang terkasihnya dan dapat memberi cahaya kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya.

Tumpeng Gundul
Contoh Tumpeng Gundul (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi putih dengan lauk telur rebus dan biasa mengiringi tumpeng robyong. Tumpeng ini hadir sebagai simbol sikap rendah hati seseorang yang telah mencapai tingkatan sesuai keinginannya dengan bantuan keluarga dan lingkungannya. Tumpeng ini dapat digunakan untuk acara  peringatan slametan weton (hari lahir).

9. Tumpeng Rasulan

Tumpeng Rasulan
Contoh Tumpeng Rasulan (foto: dokumentasi Gardjito)

Tumpeng ini dibuat menggunakan nasi gurih atau nasi uduk yang disertai dengan ayam ingkung bumbu areh, lalapan, rambak goreng, dan kedelai hitam goreng. Tumpeng ini biasa digunakan untuk perayaan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW dan tasyakuran sebagai simbol ungkapan rasa syukur atas kelahirannya. 

10. Tumpeng Modifikasi

Tumpeng Modifikasi
Contoh Tumpeng Modifikasi (foto: dokumentasi DPawonCatering)

Tumpeng ini bebas dibuat menggunakan berbagai macam nasi dan tidak memiliki aturan baku, baik untuk kelengkapan, pemilihan lauk-pauk, hingga cara penyajian. Filosofi tumpeng ini juga disesuaikan dengan tujuan dan harapan sang pemangku hajat.


Sumber:

Gardjito, Murdijati dan Lilly T. Erwin. 2010. Serba-Serbi Tumpeng: Tumpeng dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Krisnadi, Antonius Rizki dan Batam Tourism Polytechnic. 2020. Tumpeng dalam Kehidupan Era Globalisasi. Jurnal. Jakarta: Universitas Bunda Mulia.

Tumpeng: Tradisi Penuh Misteri


0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Dessy Kurniati Jayanti

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.