← Back to portfolio

Sekilas Tentang Keanekaragaman Hayati

Published on

Semakin maraknya berbagai bencana alam yang terjadi di seluruh dunia, seperti banjir, peningkatan tinggi permukaan air, abrasi pantai, kekeringan, hingga punahnya beberapa spesies flora dan fauna yang kian memprihatinkan menunjukkan masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang makna dan fungsi dari keanekaragaman hayati. Apa itu keanekaragaman hayati?

Pengertian Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati (biodiversity) mengacu pada varietas jenis kehidupan di bumi, termasuk tumbuhan, binatang, bakteri, dan jamur (National Geographic, 2019). Keanekaragaman hayati ini merupakan fondasi kegiatan ekosistem yang berkaitan erat dengan kesejahteraan manusia (Greenfacts, 2006). Jadi, keanekaragaman hayati adalah seluruh ragam kehidupan yang ada di muka bumi, mulai dari yang terkecil seperti amoeba hingga yang terbesar seperti gajah dan ikan paus. Keanekaragaman ini menjadi salah satu faktor penting yang sangat menunjang kehidupan seluruh makhluk karena selain dapat berfungsi sebagai produsen makanan, juga mampu berfungsi sebagai pengendali dan penjaga keseimbangan ekosistem. 

Tingkat Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

  1. Genetis : Ditentukan oleh persamaan atau perbedaan gen yang dimiliki oleh suatu makhluk.
  2. Spesies  : Ditentukan oleh perbedaan jenis spesies yang ada dalam suatu ekosistem yang relatif beragam.
  3. Antar Spesies (Kelompok) : Ditentukan oleh semakin banyaknya varian spesies yang saling terkait dan membutuhkan dalam suatu ekosistem.
  4. Ekosistem: Beragamnya jenis ekosistem dalam suatu wilayah geografis yang berpengaruh pada keberadaan manusia dan lingkungan.
Contoh variasi tingkat kanekaragaman hayati
Contoh variasi tingkat kanekaragaman hayati (Foto: dokumentasi Dessy)


Cara Mengukur Tingkat Keanekaragaman Hayati

Untuk mengukur tingkat varian keanekaragaman hayati di suatu wilayah, terdapat beberapa faktor yang menentukan, yaitu:

  1. Jumlah kekayaan spesies (taksonomi)
  2. Kondisi ekologi (ekosistem)
  3. Kekayaan fungsional berdasarkan interaksi antar spesies
  4. Kekayaan morfologi (tingkat genetik dan molekuler).

Pencatatan pola spasial keanekaragaman hayati ini sulit dilakukan karena sangat dipengaruhi oleh faktor taksonomi, fungsional, iklim, genetis, dan dimensi terkait lainnya (Greenfacts, 2006).

The Evil Quartet

Semakin berkurangnya varian keanekaragaman hayati di muka bumi disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang terjadi secara natural maupun karena ulah manusia itu sendiri. Dilansir dari byjuss.com, setidaknya terdapat empat penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati yang kemudian disebut dengan istilah The Evil Quartet. Keempat penyebab ini, yaitu:

  1. Habitat Loss and Fragmentation: Hilang dan terpecahnya suatu habitat yang dapat disebabkan oleh bencana alam, urbanisasi, dan aktivitas manusia lainnya seperti perburuan, komersialisasi, pembabatan hutan, dan sebagainya.
  2. Over Exploitation: Eksploitasi berlebihan melebihi kapasitas sumber daya yang ada.
  3. Alien Species Invations: Kontaminasi bahan atau spesies asing yang berlawanan dengan spesies asli, misalnya polusi, racun, dan sebagainya.
  4. Co-Extinctions: Kepunahan berantai akibat terputusnya hubungan rantai makanan antar spesies dalam suatu ekosistem.

Pelestarian Keanekaragaman Hayati

Demi keberlangsungan hidup yang lebih baik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati di lingkungan sekitar, seperti:

  1. Identifying Biodiversity Hotspot: Mendata dan mengidentifikasi lokasi serta tingkat kekayaan biodiversitas yang ada di suatu wilayah.
  2. In-Situ Conservation: Pelestarian langsung di lokasi. Misalnya melakukan pengadaan taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, hutan lindung, dan sebagainya.
  3. Ex-Situ Conservation: Pelestarian tidak langsung di lokasi, tetapi dengan dibawa ke tempat penangkaran dan pemeliharaan khusus. Misalnya Taman Buaya Tanjung Pasir, Penangkaran Rusa Ranca Upas, Suaka Elang Bogor, Penangkaran Penyu Tanjung Benoa, dan sebagainya.
  4. Sacred Places: Pengeramatan suatu tempat atau benda. Misalnya Alas Roban, Curug Cijalu, Sendang Kasihan Bantul, Gunung Hejo, dan sebagainya.
  5. Self Management: Mengatur diri sendiri dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan digunakan, serta limbah dan efek yang dihasilkan setelahnya. Misalnya dengan meminimalisir penggunaan plastik dan kaleng, penyortiran jenis sampah, pembiasaan bercocok tanam, tidak membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.

Pemeliharaan dan pelestarian lingkungan ini sangatlah penting bagi keberlangsungan seluruh kehidupan di muka bumi. Karena nantinya bukan hanya manusia yang dapat menikmati manfaatnya, tetapi juga seluruh binatang, tumbuhan, dan segala makhluk yang ada. Dengan hilangnya salah satu bagian, sedikit besar juga turut mempengaruhi kehidupan manusia, seperti munculnya beberapa penyakit baru, semakin sulitnya mencari sumber pangan, semakin seringnya binatang yang memasuki wilayah pemukiman, dan sebagainya. Karena itu, marilah bersama-sama membiasakan diri merawat lingkungan demi masa depan generasi mendatang yang lebih baik. (DKJ)

    Sumber:
    Dessy Kurniati Jayanti-Biodiversity
    https://www.greenfacts.org/en/... 
    https://www.nationalgeographic...
    https://www.theguardian.com/ne...



    0 Comments Add a Comment?

    Add a comment
    You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
    This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

    Subscribe to get sent a digest of new articles by Dessy Kurniati Jayanti

    This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.