← Back to portfolio

Keris: Keanekaragaman Hayati dalam Identitas

Published on

Keris adalah salah satu jenis senjata hasil budaya khas Indonesia yang telah hadir selama berabad-abad lamanya. Bagi sebagian besar suku-suku tradisional di Indonesia, kehadiran keris dalam kehidupan mereka sangatlah penting, karena keris tidak hanya hadir sebagai alat pertahanan dan perlindungan, tapi juga memiliki makna yang jauh lebih dalam. Kehadiran keris ini juga dapat menjadi penentu khas dari identitas seseorang, suatu kelompok atau golongan, suku, tempat, hingga negara tertentu. Hiasan dan dekorasi yang terdapat dalam keris, baik dari bagian hulu (gagang handle) hingga ke pucuk keris yang paling runcing, memiliki ciri khas yang unik dan berbeda-beda tergantung pada lokasi serta adat dan budaya yang berkembang di masyarakat dan lokasi keris itu berasal. Salah satunya seperti yang terlihat dalam keris Jawa, dimana dalam ornamen-ornamennya banyak mendapatkan inspirasi dari alam sekitar, seperti dedaunan, sulur dan tumbuh-tumbuhan sejenisnya, ikan-ikanan, burung, gunung, hingga awan. 

Pengertian Keris

Menurut Handoyo dalam buku Symbolika Keris (2019:iv), keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing di kedua sisinya) dengan bentuk asimetris yang khas, yaitu:
1. Bagian pangkal melebar.
2. Banyak bilahnya yang berkelok.
3. Biasanya memiliki pamor (serat lapisan logam yang berwarna lebih cerah dan membentuk pola motif tertentu.

Keris telah tumbuh & berkembang di Jawa sejak abad ke-8 kemudian menyebar ke berbagai wilayah Nusantara dan berakulturasi dengan budaya setempat, seperti:
1. Keris Jawa
2. Keris Madura
3. Keris Bali
4. Keris Sasak (Lombok)
5. Keris Bugis-Makassar (Sulawesi)
6. Keris Minang-Aceh (Sumatera)
7. dan lain sebagainya

Anatomi Tubuh Keris

Anatomi Tubuh Keris
Anatomi Bilah Keris (Foto: dokumentasi Krishna via Sudrajat)

Secara visual, keris terdiri dari dua bagian utama, yaitu wilah (bilah atau tubuh keris) dan ganja (bagian kecil di bawah bilah keris untuk dimasukkan ke dalam handle sebagai lambang lingga-yoni). Keris biasanya dibuat dengan menggunakan lebih dari satu jenis logam yang ditempa menjadi satu. Bahan bilah keris ini dapat berasal dari biji besi (bumi), baja, hingga meteorit (angkasa) yang dicampur dengan nikel dan senyawa asam arsenik sehingga mampu menghasilkan ornamen berwarna putih yang disebut dengan pamor. Beberapa istilah lain yang ada dalam keris, yaitu:

1. Tangguh: perkiraan zaman, gaya, dan daerah pembuatan keris.
2. Warangka: sarung pelindung keris. Biasanya terbuat dari kayu atau gading.
3. Pendhok: pelindung warangka yang terbuat dari logam.
4. Mendhok/Uwer: cincin besi di bawah bilah keris.
5. Dhapur: ketentuan bentuk dan wujud keris.
6. Hulu/handle/deder: pegangan keris. Biasanya terbuat dari kayu, gigi, atau gading.
7. Luk: lekukan pada bilah keris. Jumlahnya dapat bervariasi namun harus selalu ganjil.

    Pengakuan Oleh UNESCO

    Keris Indonesia diproklamasikan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO pada tanggal 25 November 2005, yang kemudian terinskripsi dalam Representative List of Humanity UNESCO pada tahun 2009 berdasarkan pada aspek non-bendawi, seperti sejarah, tradisi, seni, falsafah, simbolisme, dan mistik.

    Pemaknaan Keris

    Keris tidak hanya hadir sebagai sebuah senjata, tapi juga sebagai bahasa tanda atas keselarasan spiritual, kehidupan sosial, dan identitas personal. Bagi masyarakat Nusantara, keris senantiasa dihadirkan dalam upacara adat dan peringatan daur hidup manusia, seperti kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian.  Keris bagi orang Jawa dipandang sebagai benda pusaka yang melambangkan kejujuran, sifat ksatria, amanah, dan pantang menyerah. Bersatunya bilah keris dengan warangkanya melambangkan bersatunya seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga dipercaya memiliki kekuatan untuk selalu menjalankan perintah Tuhan dan menghantarkan pada keselamatan. 

    Pemuliaan keris dalam pandangan masyarakat Jawa ini turut hadir dalam anggapan bahwa kehidupan seseorang dianggap sempurna jika ia memiliki wisma (rumah), wanita (istri & anak), curiga (keris/senjata), turangga (kuda/kendaraan), dan kukila (burung/nikmat hidup). Keris dipercaya memiliki sifat protektif, deduktif, produktif (kesuburan), dan pronoktif (ramalan). Ungkapan berbahasa Jawa sirikane wong Jawa iku aja kok goda bojone, aja kok ladaki anake, lan aja kok cacat kerise yang berarti 'pantangannya orang Jawa itu jangan kau goda istrinya, jangan kau ganggu anaknya, dan jangan kau cacat kerisnya' menunjukkan betapa tingginya posisi keris bagi seorang lelaki Jawa hingga dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk perwakilan identitas dan kehormatan diri. Bila pantangan tersebut dilanggar, sama saja dengan menyinggung harga diri orang tersebut.

    Keanekaragaman Hayati dalam Keris

    Bentuk keanekaragaman hayati dapat kita lihat dari banyaknya unsur-unsur dan ukiran-ukiran yang terdapat dalam sebuah keris, mulai dari pahatan dan hiasan dalam wilahan keris, gagang keris, hingga pada sarung pembungkus keris yang banyak terinspirasi dari alam sekitar, seperti tumbuhan, binatang, gunung, hingga awan. Secara umum, ragam hias model Surakarta banyak didominasi oleh motif lung-lungan (sulur yang tumbuh meliuk), sedangkan untuk ragam hias model Yogyakarta banyak didominasi oleh motif semen atau semian (tunas yang bersemi) (Sudrajat, 2014:48). Beberapa contoh gambaran keanekaragaman hayati yang terdapat dalam keris dapat terlihat dalam beberapa gambar berikut:

    Biodiversity dalam Identitas
    Contoh Keanekaragaman Hayati dalam Bilah Keris (Foto: dokumentasi Dessy)
    Biodiversity dalam Identitas
    Contoh Keanekaragaman Hayati dalam Warangka dan Handle Keris (Foto: dokumentasi Dessy)
    Biodiversity dalam Identitas
    Contoh Keanekaragaman Hayati dalam Warangka Gaya Yogyakarta (Foto: dokumentasi Haryoguritno via Sudrajat)
    Biodiversity dalam Identitas
    Contoh Keanekaragaman Hayati dalam Warangka Gaya Surakarta (Foto: dokumentasi Haryoguritno via Sudrajat)

    Kehadiran keris dalam budaya Jawa sangatlah penting, terutama bagi kaum prianya. Dengan segala makna serta ukiran dan hiasan yang ada, menjadikannya suatu wujud identitas yang khas dan menarik. Unsur-unsur alam dan budaya dapat menyatu dengan baik dan menghasilkan suatu hal yang baru dengan kekhasan dan kualitasnya yang sudah terbukti selama berabad-abad lamanya. Saat ini dan seterusnya, tugas kitalah sebagai generasi penerus untuk selalu kenal, mengenalkan, mempelajari, dan melestarikan kekayaan budaya warisan nenek moyang. Jangan sampai identitas budaya yang selama ini sudah dibangun hilang begitu saja. Dengan kita menjaga budaya, sama saja dengan kita belajar untuk melestarikan alam. Karena pada hakikatnya manusia, alam semesta, dan Tuhan adalah satu kesatuan. Manusia dan alam diciptakan oleh Tuhan, sehingga sudah merupakan kewajiban bagi kita semua untuk memeliharanya. (DKJ)

    Sumber:

    Koesni. 1979. Pakem: Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV. Aneka Ilmu.

    Sudrajat, Unggul dan Dony Satryo Wibowo. 2014. Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan: Keris. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

    Sutyawan, Luky. 2019. Symbolika Keris. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Dessy Kurniati Jayanti-Biodiversity dalam Keris

    Grup Facebook Kolektor Keris Indonesia












      0 Comments Add a Comment?

      Add a comment
      You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
      This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

      Subscribe to get sent a digest of new articles by Dessy Kurniati Jayanti

      This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.